Semua Kepala Negara Itu Boleh Diapresiasi dan Boleh Juga Dikritik, Tidak Bisa Ada yang Anti-Kritik

Semua Kepala Negara Itu Boleh Diapresiasi dan Boleh Juga Dikritik, Tidak Bisa Ada yang Anti-Kritik
Sumber ilustrasi: Pixabay.com
Saya kira kita semua sudah paham, betapa anehnya kelakuan orang-orang pendukung Pak Jokowi dan Pak Ahok. Banyak pakar yang memberikan kritik atas kebijakan-kebijakan keliru Pak Jokowi dan Pak Ahok tersebut, namun mereka menyanggah kritik tersebut. Mereka mengatakan kebijakan tersebut tidaklah salah, justru hal tersebut merupakan hal yang bagus.

Betapa 'kelihatan' bahwa para pedukung tersebut baper cinta buta pada penguasa, benci buta pada pengkritiknya. Mereka tidak peduli dengan argumentasi yang mendasari kritik tersebut, meskipun argumentasi tersebut kuat.

Aneh kan? Iya aneh. Namun, bukan sekadar itu hal yang ingin saya bahas di sini.

Namun, mohon maaf, ternyata kebaperan tersebut bukan hanya terjangkit pada pendukung Pak Jokowi dan Pak Ahok. Tapi, juga ada pada sebagian dari para pedukung Presiden Erdogan dan pedukung Raja Salman.

Betapa bapernya, para pendukung tersebut seperti tidak mengizinkan ada seorang pun yang mengkritik mereka. Sekalipun kritiknya proporsional, berbasis data, dengan sudut pandang berbasis hujjah syar'i yang shahih; mereka malah tidak menerima.

Padahal, ngefans banget dengan Pak Jokowi yah boleh saja, mengkritik beliau pun juga boleh saja. Yang tidak boleh itu cinta buta, walau beliau melakukan kedzaliman pun masak di-ridhai? Dan tidak boleh pula benci buta, sampai fisik badannya pun diejek-ejek.

Terlebih lagi sebagai seorang muslim, standar penilaian kita harus syariat Islam.
  • Kalau memang Pak Jokowi melakukan hal ma'ruf, yah alhamdulillah.
  • Sebaliknya, bila beliau melakukan kemungkaran, yah tidak boleh ridha!
Tentunya bukan hanya pada Pak Jokowi, namun ke siapa saja. Termasuk ke kepala negara di Negara lainnya... Ntah itu Presiden Erdogan maupun Raja Salman, apalagi Donald Trump.

Sebenarnya itu adalah hal yang biasa...
«الدِّينُ النَّصِيحَةُ»
“Agama itu adalah nasihat”

Para sahabat bertanya: “Untuk siapa?” Nabi–shallaLlâhu ’alayhi wa sallam- bersabda:

«لِلّهِ، وَلِكِتَابِهِ، وَلِرَسُوْلِهِ، وَلِأَئِمَّةِ المُسْلِمِيْنَ، وَعَامَتِهِمْ»

“Untuk Allah, kitab suci-Nya, Rasul-Nya, pemimpin kaum muslimin dan kaum muslimin pada umumnya.”

[HR. Muslim, Abu Dawud, Ahmad. Lafal Muslim]
«أَفْضَلَ الْجِهَادِ كَلِمَةُ حَقٍّ عِنْدَ سُلْطَانٍ جَائِرٍ»

“Sebaik-baik jihad adalah perkataan yang benar kepada pemimpin yang zhalim.”

[HR. Ahmad, Ibn Majah, Abu Dawud, an-Nasa’i, al-Hakim dan lainnya]
«سَيِّدُ الشُهَدَاءِ حَمْزَةُ بْنُ عَبْدُ الْمُطَلِّبِ، وَرَجُلٌ قَامَ إِلَى إِمَامٍ جَائِرٍ فَأَمَرَهُ وَنَهَاهُ فَقَتَلَهُ»

“Penghulu para syuhada’ adalah Hamzah bin ‘Abd al-Muthallib dan orang yang mendatangi penguasa zhalim lalu memerintahkannya (kepada kebaikan) dan mencegahnya (dari keburukan), kemudian ia (penguasa zhalim itu) membunuhnya.”

[HR. Hakim, dan Thabrani]
Ketika Umar bin Khaththab –radhiyaLlâhu ’anhu- berkhuthbah di hadapan kaum Muslim, setelah beliau diangkat menjadi Amirul Mukminin, beliau berkata, “Barangsiapa di antara kalian melihatku bengkok, maka hendaklah dia meluruskannya”. Seorang laki-laki Arab berdiri dan berkata, “Demi Allah wahai Umar, jika kami melihatmu bengkok, maka kami akan meluruskannya dengan tajamnya pedang kami”.”
Memang sih dalam mengkritik dan membela itu pertaruhannya adalah data dan dalil. Kalau hanya baper doang, yah susah...

My Instagram