Walau Kita Bukan Orang Aceh, Jakarta, Aleppo, Dll; Kita Tetap Wajib Peduli Masalah di Sana Selama Itu Persoalan Kaum Muslimin!

Walau Kita Bukan Orang Aceh, Jakarta, Aleppo, Dll; Kita Tetap Wajib Peduli Masalah di Sana Selama Itu Persoalan Kaum Muslimin!

Kadang ada kaum nyinyiriyyun, yang senang banget nyinyir bila seseorang khususnya muslim yang menunjukkan kepeduliannya pada persoalan di luar wilayahnya. Seperti misalnya:
  • Peduli persoalan Pilgub DKI Jakarta
  • Peduli kekacauan di Suriah
  • Peduli kekacauan di Burma
  • Peduli kekacauan di Palestin
  • Dan sebagainya...
Katanya:
  • "Padahal KTP Bogor, bukan DKI, ngapain ngomongin pilgub DKI?!"
  • "Ngapain sibuk ngurus orang Suriah dan Palestin, wong di Indonesia saja masih banyak yang susah!"
  • Dan sebagainya..
Pernahkah Anda menemui orang nyinyir seperti itu? Atau bahkan sering?

Sebenarnya mereka nggak konsisten juga. Ternyata di lain waktu mereka juga sibuk membicarakan Donald Trumph yang terpilih jadi presiden AS, padahal kan itu persoalan luar wilayahnya, hehehe.. Yah, namanya juga tukang nyinyir. Apapun dijadikan alasan untuk nyinyir ke pihak yang dibencinya.

Tapi, emang, sebetulnya kenapa kita harus ikut peduli dengan persoalan-persoalan di luar wilayah kita? Tidak lain dan tidak bukan, yah karena itu wajib hukumnya. Kalau kita tidak peduli dengan urusan umat, justru haram.

Bukankah telah sampai kepada kita hadits berikut ini? Dari Abu Hurairah radhiallahuanhu, dari Rasulullah shallallahu ’alaihi wasallam bersabda: 
مَنْ نَفَّسَ عَنْ مُؤْمِنٍ كُرْبَةً مِنْ كُرَبِ الدُّنْيَا نَفَّسَ اللَّهُ عَنْهُ كُرْبَةً مِنْ كُرَبِ يَوْمِ الْقِيَامَةِ وَمَنْ يَسَّرَ عَلَى مُعْسِرٍ يَسَّرَ اللَّهُ عَلَيْهِ فِي الدُّنْيَا وَالْآخِرَةِ وَمَنْ سَتَرَ مُسْلِمًا سَتَرَهُ اللَّهُ فِي الدُّنْيَا وَالْآخِرَةِ وَاللَّهُ فِي عَوْنِ الْعَبْدِ مَا كَانَ الْعَبْدُ فِي عَوْنِ أَخِيهِ وَمَنْ سَلَكَ طَرِيقًا يَلْتَمِسُ فِيهِ عِلْمًا سَهَّلَ اللَّهُ لَهُ بِهِ طَرِيقًا إِلَى الْجَنَّةِ وَمَا اجْتَمَعَ قَوْمٌ فِي بَيْتٍ مِنْ بُيُوتِ اللَّهِ يَتْلُونَ كِتَابَ اللَّهِ وَيَتَدَارَسُونَهُ بَيْنَهُمْ إِلَّا نَزَلَتْ عَلَيْهِمْ السَّكِينَةُ وَغَشِيَتْهُمْ الرَّحْمَةُ وَحَفَّتْهُمْ الْمَلَائِكَةُ وَذَكَرَهُمْ اللَّهُ فِيمَنْ عِنْدَهُ وَمَنْ بَطَّأَ بِهِ عَمَلُهُ لَمْ يُسْرِعْ بِهِ نَسَبُهُ

Siapa yang membantu menyelesaikan kesulitan seorang mukmin dari sebuah kesulitan di antara berbagai kesulitan-kesulitan dunia, niscaya Allah akan memudahkan salah satu kesulitan di antara berbagai kesulitannya pada hari kiamat. Dan siapa yang memudahkan orang yang sedang kesulitan niscaya akan Allah mudahkan baginya di dunia dan akhirat dan siapa yang menutupi (aib) seorang muslim Allah akan tutupkan aibnya di dunia dan akhirat. Allah akan selalu menolong hambaNya selama hambaNya itu menolong saudaranya. Siapa yang menempuh jalan untuk mencari ilmu, maka akan Allah mudahkan baginya jalan ke surga. Tidaklah sebuah kaum yang berkumpul di salah satu rumah-rumah Allah (maksudnya masjid, pen) dalam rangka membaca kitab Allah dan mempelajarinya di antara mereka, melainkan niscaya akan diturunkan kepada mereka ketenangan dan dilimpahkan kepada mereka rahmat, dan mereka dikelilingi para malaikat serta Allah sebut-sebut mereka kepada makhluk yang ada di sisiNya. Dan siapa yang lambat amalnya, hal itu tidak akan dipercepat oleh nasabnya.”

[HR. Muslim, At Tirmidzi]
Selain itu, ada juga sebuah riwayat yang cukup patut dijadikan peringatan bahkan ancaman bagi kita. Riwayat ini dikeluarkan oleh Imam Al Hakim dalam kitab Al-Mustadrak-nya. Dari Hudzaifah radhiallahu ‘anhu, bahwa Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
من أصبح و الدنيا أكبر همه فليس من الله في شيء و من لم يتق الله فليس من الله في شيء و من لم يهتم للمسلمين عامة فليس منهم

“Barang siapa yang pada pagi harinya hasrat dunianya lebih besar maka itu tidak ada apa-apanya di sisi Allah, dan barang siapa yang tidak takut kepada Allah maka itu tidak ada apa-apanya di sisi Allah, dan barang siapa yang tidak perhatian dengan urusan kaum muslimin semuanya maka dia bukan golongan mereka.”
Yah, begitulah. Sejatinya, selama suatu persoalan itu merupakan urusan kaum muslim, kita wajib peduli. Meski tentu saja usaha kita sesuai dengan segenap daya upaya kapasitas kita.
  • Bila kita bisanya menyedekahkan harta, yah bantulah dengan sedekah harta
  • Bila kita bisanya menyumbangkan ide, yah utarakanlah ide
  • Bila kita bisanya berdakwah membentuk opini umum, yah berdakwahlah membentuk opini umum
  • Bila misalnya kita di TKP Suriah atau Palestin, bisa mengangkat senjata, yah berjihadlah mengangkat senjata
  • Bila memang itu semua sangat sulit bagi kita, setidaknya carilah informasi untuk memastikan sudah ada sebagian orang yang sedang berporses hampir berhasil mengatasinya
  • Bila kita hanya bisa like, komen, dan share di social media; yah silahkan
  • Dan sebagainya...
  • Bila bisa melakukan lebih dari satu hal, yah lebih bagus lagi
  • Setidaknya, bantulah dengan do'a. Kalau do'a saja pun tidak mau, maka patut dipertanyakan ukhuwah islamiyyah-nya
فَاتَّقُوا اللهَ مَا اسْتَطَعْتُمْ

“Dan bertakwalah kamu kepada Allah menurut kesanggupanmu.”

[QS. At-Taghabun: 16]
Adapun kaum nyinyiriyyun yang melarang kita untuk peduli seperti itu, biasanya kemungkinannya adalah:
  • Dia terjangkit penyakit 4S. Senang lihat orang Susah, Susah lihat orang Senang. Khususnya, kepada kaum muslimin.
  • Dia terjangkit penyakit ego nasionalisme. Jadi menurutnya yang patut dibela hanya yang sebangsa saja. Di luar bangsanya, maka dia tidak terlalu peduli, meski seaqidah Islam. 
  • Sejatinya dia perlu memperbaharui imannya. Sebenarnya memang soal iman saja. Kalau iman sudah lemah, atau rusak, atau bahkan tiada; yah gitu jadinya suka nyinyir pada saudara muslimnya sendiri.
  • Dia merupakan orang munafik yang notabene bagian dari timnya musuh-musuh Islam. Jadi, memang tugasnya adalah menghalang-halangi agenda perjuangan umat muslim.
Wallahua'lam bishshawab...

My Instagram