10 Standart Penentu Benar-Salahnya Perbuatan Manusia. Coba Cek, yang Manakah Anda? Apakah Sudah Benar?

10 Standart Penentu Benar-Salahnya Perbuatan Manusia, Coba Cek, yang Manakah Anda? Apakah Sudah Benar?

Setiap manusia, pasti memiliki kebutuhan dan keinginan.
  • Butuh makan, untuk mengatasi rasa laparnya
  • Butuh minum, untuk menghilangkan rasa hausnya
  • Butuh tidur, untuk mengatasi rasa kantuknya
  • Ingin dekat dengan lawan jenisnya
  • Ingin punya mobil bagus kayak orang lain gitu juga
  • Dan lain-lain sebagainya
Siapapun manusia itu; ntah dia di zaman dahulu kala banget, zaman sekarang, masa depan, pasti begitu. Ntah sedang di manapun dia; di Rumah, di luar, di Sekolah, di Kampus, di Kantor, di Indonesia, di Malaysia, di Jepang, di Arab, di Bulan, dan tempat lainnya; pasti begitu.


Namun, meskipun faktanya tidak ada perbedaan setiap manusia pasti punya kebutuhan dan keinginan seperti itu, tetapi ternyata terdapat perbedaan pada tiap-tiap manusia, dalam hal standart perbuatan benar-salahnya suatu perbuatan dalam memenuhi kebutuhan dan keinginan tersebut.

Misalnya, untuk mengatasi rasa lapar, manusia perlu makan. Dan untuk punya makanan, manusia biasanya kerja. Namun, juga ada yang mengemis, ada juga yang mencuri.

Mereka bertiga (pekerja, pengemis, dan pencuri), terkadang saling menyalahkan dan membenarkah aktivitasnya. Bahkan pun sesama pekerja.
  • Ada yang bilang jadi pengemis itu tidak boleh! Karena malu-maluin!
  • Ada yang bilang mencuri itu tidak boleh! Karena bikin orang lain capek!
  • Ada yang bilang mencuri itu boleh! Kalau seandainya udah mau mati nih karena belum makan 7 hari.
  • Ada yang bilang harus kerja jadi Akuntan! Karena orang tuanya nyuruh begitu, meskipun ia lebih minat kerja jadi Dokter.
  • Ada yang ngotot harus kerja jadi Insinyur! Karena memang minatnya begitu, meskipun orang tuanya sangat berharap anaknya jadi Dokter.
  • Ada yang ngotot harus kerja jadi Dokter! Karena mayoritas orang yah pinginnya jadi Dokter.
  • Ada yang bilang udah bisnis aja! Harus! Karena jualan itu langsung dapat duit, langsung bisa makan.
  • Ada yang ngelarang bisnis MLM!! Nggak boleh! Karena itu merugikan orang lain!
  • Ada yang ngelarang bisnis di sektor non-real! Karena itu merusak perekonomian!
Sebetulnya..
  • apa yang membuat suatu perbuatan itu benar atau salah?
  • apa yang menentukan suatu perbuatan itu boleh, atau tidak boleh? Harus, atau dilarang?
Nah, adapun standar penentu benar-salahnya tersebut, setidaknya, sehemat pengamatan saya, ada 10.

Berikut ini penjelasannya satu per satu.

1. Enak-Nggak Enak Instan

Manusia yang standart perbuatannya seperti ini, yang menurut mereka hidup mereka paling enak. Karena nggak perlu capek-capek. Kalau ada suatu keinginan atau kebutuhan, kemudian tiba-tiba kepikiran satu atau beberapa cara yang enak dan cepat untuk memenuhinya, langsung praktek aja.

Contohnya:
  • Pingin cepat lulus kuliah dan cepat kerja? Yaudah, buat aja ijazah palsu.. Enak, cepat kan? Kalau masih susah, sogok aja..
  • Nafsu dengan seorang perempuan, Yaudah, langsung aja "tidurin" dia.. Enak, cepat kan?
  • Selera lihat ada kue di meja, yaudah, ambil aja langsung makan.. Enak kan?
Apakah Anda pernah menyaksikan orang yang standart perbuatannya seperti ini? Atau jangan-jangan standart perbuatan Anda yang seperti ini? Saya yakin pasti Anda tidak termasuk orang yang seperti ini. Karena kalau orang yang begini, pasti nggak akan mau membaca artikel ini, hehehe.

Bagi mereka, pokoknya coba saja, indera saja. Kalau misalnya makan batu itu enak, bisa menghilangkan lapar, yaudah gitu aja.

2. Perasaan...

Maksud perasaan di sini bisa juga sama dengan prasangka. Orang seperti ini cukup unik. Ketika pada dirinya muncul keinginan maupun kebutuhan, kemudian dia bingung bagaimana mengatasinya, maka solusinya pakailah perasaan..
  • Ini belok kiri atau belok kanan..? "Perasaan kanan deh.. Coba aja.."
  • Bagusan kerja jadi arsitek atau sipil ya..? "Hmm.. kayaknya mending Arsitek deh.."
  • Jadi mending lamar si Bunga atau si Bungi..? "Hmm.. bagusan si Bunga sih kayaknya.."
  • Bro apa benar itu tadi berantakan karena kucing..? "Kayaknya iya.."
  • Yuk ikut kajian di Mesjid Al-Jihad! "Nggak mau ah.. Khawatir nanti jadi teroris.."
  • "Ikuti kata hatimu.. Perasaan kamu memang harus jujur mengatakannya, atau jangan..?"
Hehehe, unik kan? Hasil keputusannya bisa jadi instan seperti orang yang pertama di atas, tapi bisa juga lama. Meski ntah kenapa lama, ntah apa pertimbangannya.

Walau ia tidak berargumen, belum tentu faktanya dia orangnya peragu. Faktanya, ada yang karena prasangka saja, makanya ia jadi ragu; tapi juga ada yang meski bermodal perasaan saja, dia pede banget. Yakin banget. Kalau orang lain mengomentari dia, dia tidak peduli. Dia tetap kekeuh dengan perbuatannya itu.

Meski bisa saja perbutannya berubah, bila perasaannya sedang berubah. Karena memang perasaan itu kan berubah-ubah. Bisa saja dia lagi gembira, lagi kesal, lagi sedih. Perasannya sedang lain, maka keputusannya pun bisa lain.

3. Pendapat Mayoritas Orang

Orang yang standart perbutannya begini pun lumayan menyenangkan bagi sebagian orang, karena beberapa hal. Pertama, karena instan, tidak perlu berpikir lama-lama, tidak perlu ada pertimbangan yang ribet. Kedua, karena selaras dengan mayoritas orang, maka pikirnya besar kemungkinannya tidak akan ada yang menghujat aktivitasnya.

Karena sungguh tidak enak bila melakukan sesuatu yang jarang mayoritas orang lakukan:
  • "Sekarang lagi trend rambut mohawk, maka besok aku akan pangkas rambutku agar jadi mowhak!"
  • "Orang-orang pada pingin kuliah Kedokteran.. Aku juga ikut pingin kuliah kedoteran juga aah.."
  • "Itu restoran ramai banget.. banyak yang pada ke sana.. Kalau gitu coba makan di sana saja yuk.."
  • "Mayoritas orang nggak kepingin hukuman mati dilegalisasikan di negeri ini.. Berarti nggak perlu ada hukuman mati yaa.."
Orang yang seperti ini tidak sulit ditemukan, lantaran memang jumlahnya tidak sedikit. Bagaimana kalau di tempat Anda?


4. Yang Udah Terlanjur Biasa Terjadi Selama Ini Aja..

Standart perbuatan yang seperti ini, ada beberapa istilah. Bisa juga disebut pragmatisme, atau adat-istiadat, bisa juga disebut comfort zone (zona nyaman). Namun menurut saya ketiga istilah tersebut memiliki garis besar yang sama, yakni: yang udah terlanjur biasa terjadi selama ini aja..

Contohnya:
  • "Yaudahlah aku ini memang susah bisnis, nggak pernah sukses.. selama ini aku cocoknya memang disuruh-suruh aja.."
  • "Nggak usahlah demo-demo gitu, udahlah yang sekarang gini aja nggak apa-apa.."
  • "Pokoknya harus warna pink, nggak mau kalau nggak warna pink.. Aku nggak biasa banget looh pakai kuning gitu.."
  • "Yang namanya Jawa itu nggak cocok nikah sama Sunda! Biasanya Jawa itu yah harus sama Jawa juga!"

Manusia seperti ini, terkadang lumayan konsisten cara pemenuhan kebutuhan dan keinginannya. Meski sulit diubah, tapi bukan berarti mustahil. Karena sebetulnya yang namanya adat itu juga hal yang rancu, merupakan hasil adopsi dari adat lain, dan notabene terus berganti. Apalagi yang namanya kebiasaan, pun itu tergantung dari apa yang intens berulang-ulang, hingga terbiasa.

5. Manfaat-Kerugian Ilmiah

Standart perbutan seperti ini agak mirip dengan standart perbuatan yang pertama di atas. Bedanya, kalau standart perbuatan enak-nggak enak instan itu, hanya berpikir jangka pendek saja, tidak perlu argumentasi.

Sedangkan standart perbuatan manfaat-kerugian ilmiah ini, dia punya argumentasi. Ada sebuah pertimbangan, dalam memutuskan pemenuhan kebutuhan dan keiginannya, sehingga memperoleh manfaat, terhindar dari kerugian.

Contohnya:
  • "Jangan gunakan ijazah palsu. Memang enak bisa instan kerja, tapi tak sedikit ada beberapa yang akhirnya ketahuan, akhirnya dia di-PHK, istrinya stres minta cerai, temannya sinis, tetangganya mencibir.."
  • "Kita harus rajin menjaga wudhu, dan rajin sholat. Karena ternyata wudhu dan sholat itu banyak manfaatnya bagi kesehatan, bisa mencegah maupun mengatasi berbagai macam penyakit."
  • "Fakta menunjukkan penerapan hukuman mati tidak lantas menurunkan angka kriminalitas."
  • "Ekonomi kapitalisme masih layak diberlakukan, karena telah teruji pendapatan per kapita tiap tahun terus meningkat."

Orang-orang seperti ini, senantiasa memiliki argumentasi. Bisa jadi mereka merupakan akademisi, kaum intelektual, para tokoh, guru, dosen, lulusan S2, dan lulusan S3. Meski tentu tak menutup kemungkinan dia hanya orang biasa saja tanpa pendidikan formal yang tinggi, namun dirinya sarat dengan argumentasi ilmiah yang memberikan bukti teruji bahwa suatu cara pemenuhan itu memang bermanfaat bagi manusia, tidak merugikan.

6. (+) Analisis Manfaat-Kerugian Jangka Panjang

Standart perbuatan yang keenam ini bisa jadi satu paket dengan standart perbuatan kelima sebelumnya. Hanya saja, pemikiran pada standart perbuatan ini, lebih holistik. Karena rujukan manfaat dan kerugiannya bukan hanya pada perihal ilmiah yang memang sudah teruji sebelumnya, namun juga hal-hal di masa depan, ataupun hal-hal di masa sekarang namun belum tampak jelas.

Contohnya:
  • "Ide Perusahaan model tersebut tidak baik. Memang dengan begitu kita bisa memenangkan pasar di awal-awal, tapi sangat riskan beberapa saat kemudian pesaing kita akan demonstrasi, bahkan pemerintah bisa melarang kita beroperasi."
  • "Peraturan ketat itu sudah benar, tidak perlu mereka diberi kebebasan. Meski memang bebas itu enak, namun bila mereka dibiarkan bebas seperti itu, lama-lama pasti akan menimbulkan penyakit."

Tentunya, bedalah antara prasangka yang tak bisa dijelaskan argumentasinya, dengan analisis yang bisa dijelaskan argumentasinya.

7. Cinta, Kasih Sayang, Keramahan, dan Sopan Santun pada Sesama

Standart perbuatan ketujuh ini adalah kebalikan dari standart perbuatan pertama. Jika yang pertama itu standartnya adalah yang penting dirinya sendiri cepat enak, maka yang ketujuh ini, standartnya adalah yang penting orang selain dirinnya menerima konstribusi dari dirinya.

Dengan kata lain, standart perbuatan yang pertama itu orientasinya adalah ego. Sedangkan standart perbuatan ketujuh ini, orientasinya adalah iba.

Contohnya:
  • "Biarlah aku makan sedikit, asal teman-temanku bisa ikut makan juga.."
  • "Aku harus mengucapkannya, soalnya nggak enak kalau nggak ikut ngucapin.."
  • "Yaudah ngalah saja, kasihan dia.."

8. Undang-Undang

Standart perbuatan kedelapan ini, yang bisa dibilang cukup kuat. Karena bisa jadi orang-orang yang mengemban standart perbuatan apapun itu, bila bertentangan dengan Undang-Undang, niscaya langsung disikat. Dalam artian bisa jadi diperingati agar meninggalkan standart perbuatannya itu, atau bahkan dihukum dengan siksaan, bahkan bisa dibunuh.

Sehingga, faktanya orang yang mengemban standart perbuatan berupa Undang-Undang ini, bisa saja secara sukarela, ataupun terpaksa.

Dan juga, bisa jadi pula yang menjadi undang-undang ini berasal dari satu dan atau beberapa dari tujuh standart perbuatan sebelumnya.

Contohnya, silahkan Anda buka Undang-Undang di negara mana saja.

9. Terserah, Bebas Saja..

Orang yang seperti ini, menganggap bahwa artikel ini merupakan omong kosong yang nggak penting. "Nggak mesti ada aturan-aturan standart perbuatan begitu. Terserahlah manusia itu mau memenuhi kebutuhan dan keinginannya bagaimana pun juga. Tidak usah merasa paling benar, tidak usah getol menyalahkan orang lain juga. Silahkan adopsi dan emban masing-masing saja. Bisa jadi semuanya bisa dipakai, tergantung situasi dan kondisi. Jangan terlalu khawatir adanya kekacauan. Sejatinya kekacauan itu muncul yah karena merasa sok benar dan suka nyalah-nyalahin orang lain. Untukmu agamamu, untukku agamaku."

Meski faktanya, bisa saja dia mengadopsi satu atau beberapa dari standart perbuatan yang ada, hanya saja dia tidak begitu peduli.

Dan bukannya tidak mungkin pula, bisa jadi pula sejatinya dia adalah pengemban salah satu atau beberapa standart perbuatan yang ada, hanya saja dia pura-pura mengampanyekan bahwa tidak perlu ada pertarungan benar-salah seperti itu. Sebagai dalih saja, kemudian dia diam-diam dari belakang menusuk keyakinan yang lain. Sehingga akhirnya standart perbuatannya tampak, dan berkuasa.

10. Aqidah

Sebenarnya standart perbuatan aqidah ini pun terbagi lagi jadi beberapa aqidah. Yang mana tiap-tiap aqidah itu unik, sama sekali berbeda. Sehingga sebetulnya ada lebih dari 10 standart perbuatan. Namun, tetap saya tulis 10, karena beberapa aqidah itu standart perbuatannya mirip dengan sembilan standart perbuatan yang sebelumnya telah kita bahas.

Sebelumnnya, harus kita bahas dulu, apa yang dimaksud dengan aqidah itu. Nah, aqidah itu adalah, pemikiran menyeluruh tentang manusia, kehidupan, dan alam semesta, serta apa yang ada sebelum kehidupan dan apa yang sesudahnya, dan hubungan ketiganya. Singkatnya, sebuah keyakinan. Yang mana dari satu keyakinan unik itu, bisa saja dapat melahirkan peraturan-peraturan, yang notabene menjadi standart perbuatan manusia.

Aqidah ini ada pada suatu agama, dan pada suatu mabda' (ideologi).

Sehemat yang saya tahu, beberapa agama di dunia ini yaitu:
  • Islam
  • Kristen/Nasrani
  • Yahudi
  • Budha
  • Hindu
  • Khonghucu
  • Jainisme
  • Baha'i
  • Shinto
  • Cao Dain
  • Majusi
  • dan lain-lain..
Sedangkan mabda' di dunia ini, hanya ada 3:
  • Islam
  • Kapitalisme
  • Sosialisme
Kenapa mesti dibedakan aqidah pada agama dan aqidah pada mabda'?

(notes: khusus Islam, Islam merupakan agama sekaligus mabda')

Karena, aqidah yang ada pada agama, biasanya tidak dapat memancarkan aturan yang lengkap terkait kehidupan. Hanya bisa memancar beberapa aturan saja. Sehingga, standart perbuatan mereka terkadang mengikuti apa kata Tuhan maupun kitab suci di agama tersebut, tapi terkadang pada sebagian besar aktivitas lainnya menggunakan salah satu atau beberapa dari sembilan standart yang sebelumnya dijelaskan, tanpa ada kaitannya dengan aqidahnya.

Berbeda dengan aqidah yang ada pada mabda'. Aqidah yang ada pada mabda', disebut dengan aqidah aqliyah. Karena aqidah ini dapat memancarkan peraturan yang unik dan lengkap terkait masalah apapun yang ada pada kehidupan.

Contoh standart perbuatan yang dilahirkan dari aqidah agama, bisa Anda simak faktanya di masing-masing kitab suci tiap agama itu.

Contoh standart perbuatan yang dilahirkan dari aqidah mabda', bisa Anda simak faktanya di masing-masing kitab rujukan para aktivis mabda' tersebut. Atau bisa juga dari aktivis mabda' itu sendiri, yang benar-benar setia sehingga layak jadi representatif.

Yang Mana yang Benar dan Layak Diemban Manusia?

Kalau pertanyaan yang mana yang benar, itu sangat tergantung dari standart perbuatan apa yang sekarang sedang diemban oleh seseorang. Bagi yang mengemban standart perbuatan pertama di atas, pasti menyalahkan standart perbuatan lainnya. Begitu pula yang mengemban standart perbuatan kedua, ketiga, dan seterusnya. Meski bisa saja ada manusia yang mengemban lebih dari satu standart perbuatan.

Dengan kata lain, relatif. Sehingga manusia membutuhkan standart yang pasti. Dari mana manusia dapat memperoleh yang pasti itu? Tidak lain dan tidak bukan, manusia harus berpikir, apa tujuan Sang Pencipta menciptakan seluruh ciptaanNya ini? Termasuk manusia.

Yah, itulah langkah awal yang harus dipikirkan. Bahkan, lebih jauh dari itu, manusia harus bisa membuktikan dulu, apakah Tuhan itu pasti ada, atau tidak ada.

Bila manusia telah membuktikan keberadaan Tuhan, mengimani kebenaranNya, maka, manusia harus lanjut berpikir, apakah Tuhan menciptakan ciptaanNya begitu saja, atau dengan maksud dan tujuan tertentu. Sehingga maksud dan tujuan tersebut yang menjadi standart perbuatan manusia.

Notes:
Pembahasan yang lebih detail dan lengkap seputar pembuktian keberadaan Tuhan dan kebenaran Islam bisa Anda simak di artikel berikut ini:
Dengan begitu, standart perbuatan yang benar adalah yang ke-10, yakni aqidah. Standart perbuatan pertama hingga kesembilan itu salah, karena mereka tidak membahas hal yang mendasar, melainkan hanya persoalan cabang.

Pemikiran cabang yang notabene tidak menyeluruh, tidak dapat menyelesaikan beraneka macam problematika kehidupan manusia. Sehingga tidak layak dijadikan standart perbuatan baku.

Maka, sekarang, kita akan ganti pembahasannya. Yakni, aqidah mana yang benar?

Nah, menurut artikel yang sebelum saya rujuk, yang layak diemban adalah aqidah aqliyah pada ideologi. Karena aqidah pada agama biasa pun tidak dapat memancarkan aturan yang lengkap, yang dapat menyelesaikan beraneka macam problematika kehidupan manusia. Terlebih lagi aqidahnya itu sendiri bathil, tidak masuk akal, menganggap Tuhan itu sama dengan makhluk, Tuhan itu tidak azali, lebih dari satu, dan sebagainya.

Maka, sekarang, pembahasannya, mabda' mana yang layak diemban? Yakni yang sesuai dengan fitrah manusia, dan memuaskan akal, sehingga menentramkan jiwa. Apakah Islam, atau Kapitalisme, atau Sosialisme?

Dari ketiga mabda’ tersebut, ternyata hanya Islam yang sesuai dengan fitrah manusia. Karena secara fitrah, keadaan manusia itu terbatas, lemah dan membutuhkan perlindungan kepada sesuatu yang memiliki kemahakuasaan dan ini dibuktikan dengan mengakui adanya Pencipta dan kekuasaan-Nya, sehingga hanya Aturan dari Penciptalah yang berhak dijadikan sebagai standart perbuatan manusia dalam kehidupan dunia.

Berbeda dengan aqidah Sekulerisme pada mabda' Kapitalisme, yang mengakui adanya Pencipta, tetapi menafikan kemahakuasaanNya. Sehingga dalam menjalankan kehidupan umum, mereka tidak menerima Aturan dari sang Pencipta. Dengan begitu jelas bahwa mabda ini tidak sesuai dengan fitrah manusia, karena memisahkan agama dari kehidupan, kemudian menghendaki aturan yang dipakai dalam kehidupan dunia adalah aturan buatan manusia yang berlandaskan manfaat yang tidak ada hubungannya dengan agama.

Sedangkan Sosialisme nyata-nyata tidak mengakui adanya Pencipta.

Aqidah Islam pun menyatakan bahwa alam semesta, manusia dan kehidupan ini diciptakan oleh Allah Swt sesuai dengan akal baik melalui penalaran maupun dengan bukti-bukti yang nyata. Tentunya setiap yang lemah, terbatas, serba kurang dan saling membutuhkan satu dengan yang lainnya itu ada Penciptanya.

Sehingga jika ada orang Sosialisme menyatakan bahwa Pencipta itu tidak ada, adalah tidak logis dan tidak dapat dibuktikan kebenarannya.

Sedangkan pengakuan Sekulerismenya orang Kapitalisme terhadap adanya Pencipta, alam semesta, manusia, dan kehidupan; tapi menyatakan bahwa Pencipta tidak bisa mengatur manusia, adalah jelas tidak logis pula.

Sehingga selain Islam, kedua mabda lainnya; Kapitalisme dan Sosialisme, tidak dapat memuaskan akal manusia.

Setelah kita mendapatkan gambaran dari ketiga mabda yang ada saat ini, maka mabda’ Islamlah mabda’ yang shahih. Artinya dia sebuah mabda’ yang berasal dari wahyu, bukan ciptaan manusia. Bahkan dia ada lebih dahulu sebelum munculnya Kapitalisme dan Sosialisme.

Kesimpulannya, standart perbuatan manusia yang benar adalah hukum syara', yang notabene merupakan konsekuensi dari beriman kepada Allah, malaikat-malaikatNya, Rasulullah, Al-Qur'an, hari akhir, serta qadha dan qadar itu dari Allah. Yakni, apakah wajib, sunnah, mubah, makruh, haram.

Kita tidak boleh melakukan suatu perbuatan, apabila kita belum tahu apa hukum dari perbuatan tersebut. Apakah boleh, atau tidak boleh.

Apapun yang terjadi, kita harus senantiasa konsisten berusaha menunaikan yang hukumnya wajib, dan meninggalkan yang hukumnya haram.

Meski bisa jadi secara penampakannya, pelaksaan hukum syariat Islam itu bisa mirip dengan pemenuhan sembilan standart perbuatan sebelumnya, bahkan dengan aqidah lainnya, tapi tidak dapat pula kita katakan sama saja. Itu namanya penghinaan terhadap Islam. Karena, pelaksanaan hukum Islam itu lahir dari dasar yang shahih, yakni aqidah Islam. Sedangkan pelaksaan standart perbuatan lain itu tidak memiliki dasar, atau dasarnya cacat.

Nah, standart perbuatan yang dasarnya shahih inilah yang layak diemban manusia. Sebab, sesuai dengan tujuan Sang Pencipta. Sehingga manusia tidak perlu saling salah-menyalahkan. Karena memang, dasar inilah yang memuaskan akal manusia, dan sesuai dengan fitrahnya, sehingga membuat hatinya menjadi tentram.

Kesimpulannya... sekali lagi, apapun yang terjadi, kita harus senantiasa konsisten berusaha menunaikan yang hukumnya wajib, dan meninggalkan yang hukumnya haram.

Wallahua'lam bishshawab..

Sumber gambar: http://firsttimehomebuyersnetwork.com/

My Instagram